Ketika Hukum dan Keadilan Tak Pernah Bersatu
Negara adalah sebuah lembaga di mana ia memiliki unsur wilayah kekuasaan, kedaulatan, pemerintah, dan juga penduduk. Namun unsur negara yang tidak kalah pentingnya adalah hukum yang berlaku secara nasional dan bersifat mengikat seluruh warga negara yang ada di negara tersebut. Hukum yang diibaratkan sebagai payung memiliki fungsi untuk menjaga ketertiban di masyarakat, mengatur tata cara penyelenggaraan pemerintahan, dan tentunya memberikan hukuman bagi para pelanggar hukum sesuai dengan porsinya.
Namun sayangnya, hukum di Indonesia memiliki citra tajam ke bawah namun tumpul ke atas, yang artinya untuk urusan pelanggaran yang dilakukan oleh masyarakat biasa selalu diproses dengan cepat bahkan kadang tidak mempertimbangkan rasa kemanusiaan. Sedangkan untuk urusan penertiban masyarakat kelas atas, pejabat, dan mereka yang punya pengaruh besar terhadap jalannya pemerintahan selalu terkesan lambat dan seringkali hasilnya tidak sepadan dengan kerugian yang ditimbulkan. Inikah masa di mana hukum di Indonesia tidak bisa lagi mampu menegakkan keadilan yang sejati?
Kebanyakan dari pihak yang membuat hancurnya nilai-nilai keadilan dari suatu hukum adalah aparat penegak hukum itu sendiri, mereka paling lantang berteriak hukum adalah panglima tapi kenyataanya teriakan keras mereka hanya topeng dari wajah asli mereka yang menggunakan hukum untuk meraih sesuatu yang sesuai dengan nafsunya. Mereka tak segan menjatuhkan lawan dengan instrumen hukum yang dimilikinya.
Manusia dengan moral seperti itulah sebenarnya yang akan menghancurkan tatanan kehidupan suatu negara cepat atau lambat, dengan segala kewenangan yang dimiliki mereka akan berbuat yang seakan-akan adalah suatu penegakan hukum, namun sebenarnya tak lebih hanya sekedar untuk melancarkan kepentingan pribadi dan kelompoknya, ini terbukti dengan adanya tebang pilih dalam penegakan hukum, dan ujung-ujungnya mereka akan mendapat keuntungan materil yang tak terhitung lagi jumlahnya.
Mari kita lihat betapa parahnya kasus korupsi yang terjadi di Indonesia. Berdasarkan data yang ada, sebanyak 803 kasus korupsi telah ditangani oleh Mahkamah Agung pada periode 2014 hingga 2015. Dari 803 kasus tersebut terdakwa yang dijatuhi hukuman ada 967 orang. Sedangkan database dari tahun 2001 hingga 2015 dijumlahkan kasus korupsi yang diperkarakan ada sebanyak 2.321 kasus dengan jumlah koruptor yang dihukum mencapai 3.109. Terdakwa korupsi yang sudah dihukum ataupun sedang menjalani hukuman didominasi oleh kalangan politikus dan juga kalangan swasta, yang kemudian diikuti oleh pegawai negeri sipil atau PNS.
Berapa kerugian negara akibat dari tindakan curang untuk menumpuk harta kekayaan masing-masing pribadi para koruptor? Untuk korupsi yang dilakukan oleh politikus dan swasta saja mencapai Rp. 50,1 triliun, belum ditambah dengan para pelaku korupsi lainnya. Dana sebesar itu tentunya akan jadi lebih bermanfaat jika dialokasikan untuk kesejahteraan masyarakat, memberikan kesempatan bagi masyakarat untuk bisa mandiri sehingga bisa menciptakan lapangan pekerjaan yang menjangkau semua tingkat pendidikan, bisa digunakan untuk pembangunan infrastruktur untuk mengejar ketertinggalan Indonesia di kancah dunia, bisa digunakan untuk memberikan beasiswa bagi para pelajar dengan mimpi tinggi namun finansial yang terbatas, dan kebaikan-kebaikan lainnya. Namun dana tersebut hanya digunakan bagi segelintir orang untuk beli mobil sport baru, liburan ke luar negeri, beli tas bermerk, dan hedonism lainnya.
Munculnya koruptor yang bertubi-tubi dan makin banyak jumlahnya bagai hujan badai yang tidak mampu dihadang hanya dengan menggunakan payung. Hukum di Indonesia terutama untuk kasus korupsi harus bisa melindungi masyarakat dengan pondasi yang kuat, atap yang kokoh, agar hujan badai para koruptor bisa ditangkis hingga akhirnya berhenti. Hambatan-hambatan pemberantasan korupsi saat ini menurut Abdul Ficar Fajar yang merupakan Badan Pengawas dan Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN), adalah:
1.Seringkali aturan perundangan yang mengatur mengenai tindak pidana korupsi masih punya celah yang dimanfaatkan oleh para pelaku koruptor untuk menghindari hukuman yang seharusnya.
2.Hampir selalu ada campur tangan politik dalam proses penegakan hukum korupsi sehingga mengaburkan bukti-bukti kejahatan dan mempersulit proses pengadilan.
3.Masih banyaknya aparat penegak hukum yang terbukti menerima suap dari para pelaku korupsi.
Indonesia sudah memiliki sekitar 10 peraturan Undang-Undang yang mengatur mengenai tindakan-tindakan KKN (Korupsi Kolusi dan Nepotisme). Bahkan Indonesia juga sudah punya KPK yang saat ini jadi payung yang cukup kuat dengan dasar UU KPK secara spesifik mengatur mengenai tindakan korupsi. Indonesia masih membutuhkan banyak usaha untuk melebarkan payung hukumnya agar semua lapisan masyarakat mendapatkan perlakuan hukum yang sama, dan sebagai pelindung bagi hujan koruptor dan pelaku kriminal lainnya agar tidak merugikan masyarakat.
0 Response to "Ketika Hukum dan Keadilan Tak Pernah Bersatu"
Post a Comment